Image from planet.merdeka.com
"Senjata makan tuan"
Ungkapan ini yang cocok buat pria asal Palembang ini. Alih-alih ingin menjual ayam kepada adiknya, namun sang adik tak punya uang.
Pria ini mengamuk sambil membawa pedang dan mengejar adik dan ibunya. Namun nahas menimpanya, pria ini justru mati tertusuk senjatanya sendiri.
Berikut kronologi lengkapnya...
Awalnya Poniman seorang pria berusia 31 tahun ini mengamuk lantaran dirinya tak diberikan uang, ia mengejar adik serta ibu kandungnya sendiri sambil membawa pedang, namun nahas hidupnya justru berakhir tragis setelah ia tertusuk pedangnya sendiri. Jenazah Poniman pun langsung dibawa ke kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Palembang pada Senin 5 November 2018.
Adik Ipar Poniman, Elvin (31), mengatakan kalau peristiwa tersebut bermula ketika Poniman datang ke rumah mereka di Jalan Maju Bersama 1 Lorong Musi 8 RT 89 Rw 13 Kelurahan Talang Kelapa Kecamatan Alang-Alang Lebar Daun, Palembang, Sumatera Selatan untuk menjual seekor ayam, dan ayam itu dijual Poniman seharga Rp 400 ribu kepada Elen (29) adik kandungnya sendiri.
Karena Elen tak mempunyai uang, ia lalu menolak untuk membeli ayam tersebut. Namun Poniman terus memaksa agar Elen membeli ayam tersebut, hingga akhirnya elen memeberikan uang Rp 200 ribu.
Melihat hal tersebut, Poniman justru tak terima dan langsung mengamuk sambil mengeluarkan pedang dengan harapan ayam tersebut dibayar Rp. 400 ribu. “Istri saya (Elen) dikejar pakai pedang sama ibu mertua saya. karena takut, saya lempar dia pakai batu lalu terjatuh,” kata Elvin yang dilansir oleh planet.merdeka.com
Dan rupanya lemparan batu yang mengenai kepala Poniman tersebut langsung membuatnya jatuh. Saat terjatuh, pedang yang dibawa kakak ipar Elvin itu pun langsung tertancap di perut hingga Poniman meninggal di tempat. “Tertusuk sendiri, karena pas jatuh pedangnya ke arah perut, jadi kami langsung lapor ke Polisi,” ujarnya.
Wakapolsek Sukarame, AKP Polin Pakpahan mengatakan, Poniman tewas usai tertusuk pedang miliknya. Luka sayatan yang lebar membuat Poniman kehabisan darah, dan dari hasil pemeriksaan awal, Poniman memang tewas karena ulahnya sendiri yang hendak membacok adik serta ibu kandungnya karena tak diberikan uang.
"Korban ini senjata makan tuan, karena marah dan mengamuk hendak membacok adik dan ibunya ia tewas tertusuk sendiri. Barang bukti berupa pedang korban sudah kami dapatkan,” jelas Polin.
Kisah "senjata makan tuan" ini juga sudah pernah terjadi di masa Ibnu Zayyat, seorang sastrawan ahli bahasa dan nahwu.
Berikut kisah lengkapnya..
Dalam buku-buku sastra dan sejarah terdapat biografi Ibnu Zayyat yaitu Muhammad bin Abdul Malik bin Aban bin Abi Hamzah, Abu Ja’far, yang terkenal dengan Ibnu Zayyat. Beliau mempunyai hubungan khusus dengan Amirul Mukminin Al-Mu’tashim, martabatnya terangkat dan diberi jabatan perdana menteri. Ibnu Zayyat adalah seorang sastrawan ahli bahasa dan nahwu.
Ayahnya seorang zayyat (penjual minyak) yang cukup kaya. Muhammad bin Zayyat ini orang yang sangat keras, dingin tanpa belas kasihan dan kelembutan. Dia berkata, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat.”
Suatu hari dia menerima sepucuk kertas dari seorang laki-laki. Dia meminta bantuannya karena hubungan ketetanggaan antara keduanya. Di bawah kertas itu Ibnu Zayyat menulis, “Ketetanggaan adalah milik tembok dan berbelas kasih adalah milik para wanita.”
Ibnu Zayyat ini menjadi perdana menteri dari tiga Khulafa’ Abbasiyah. Mereka adalah,Al-Mu’tasim, Al-Watsiq dan Al-Mutawakkil.
Kemudian al-Mutawakkil murka kepadanya setelah empat puluh hari menjabat. Dia menangkapnya, menyita hartanya. Penyebabnya adalah ketika al-Watsiq sakit, Ibnu Zayyat berusaha untuk menjadikan anaknya sebagai khalifah sesudahnya dan menghalang-halangi al-Mutawakkil, tetapi dia gagal. Al-Mutawakkil lolos menjadi khalifah, maka dia membalasnya dengan menyiksanya sampai dia mati.
Ibnu Zayyat ini telah membuat semacam tungku besi dengan ujung-ujung besi tajam besar. Pada masa dia menjadi perdana menteri dia menyiksa para pejabat yang mengambil kekayaan (negara) dengan alat ini, jika salah seorang yang disiksa bergerak atau berbalik karena tidak tahan panasnya siksaan maka paku-paku tajam menusuk tubuhnya, mereka mendapatkan rasa sakit yang bukan main.
Tidak seorang pun yang menggunakan cara penyiksaan ini sebelumnya. Jika ada yang memohon, “Tuan Perdana Menteri, kasihanilah aku.” Maka dia menjawab, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat”.
Ketika al-Mutawakkil menangkapnya, dia memerintahkan agar Ibnu Zayyat dibawa ke tungku bikinannya, dia diikat dengan bandul besi seberat lima belas ritl. Dia berkata, “Ya Amirul Mukminin, kasihanilah aku.” Maka al-Mutawakkil menjawabnya dengan ucapannya sendiri, “Belas kasih adalah kelemahan tabiat.” Seperti yang dia katakan kepada orang-orang.
Al-Mutawakkil berkata kepadanya, “Kami terapkan padamu hukum yang kamu terapkan kepada orang-orang.” Maka dia didudukkan di atasnya. Selang tiga malam dia mati, dan itu pada tahun 233 H. Dia dikubur tetapi tidak digali dengan dalam, maka anjing-anjing membongkarnya dan memakannya. Allah membalasnya seperti apa yang dia lakukan kepada manusia. Senjata makan tuan. Hikmah yang mendalam.
Apakah ada peringatan yang berguna?
Padahal sebelum itu apabila dia berjalan orang-orang mengelilinginya seperti pengantin, dunia menyanjungnya dan dia bersikap dengan penuh kesombongan. Benar-benar awal dan akhir yang bertolak belakang. Kami berlindung kepada Allah dari takdir buruk-Nya. Begitulah,
Segala sesuatu berakhir dengan ketiadaan
kecuali Tuhanku dan amal-amal yang shalihقُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ [الأنعام : 11]
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ [هود : 102]
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya azabNya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (Hud: 102).
Orang Beriman Akan Selalu Diuji
Ingatlah cobaan menjadi orang beriman itu sangat berat. seperti yang diterangkan hadist ini.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Musibah akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, pada dirinya, anaknya, dan hartanya, sampai ia menghadap Allah tanpa membawa sedikitpun dosa”.[HR. At-Tirmidzi: dalam kitab az-Zuhd, bab Maa jaa-a Fish shabri ‘alal Bala: 2399, Ahmad: 7799, 27216]