Image from riauaktua.com
Seiring maraknya kenakalan para generasi nakal "mabuk rebusan pembalut", berikut langkah KPAI
Kabar mengenai remaja tanggung yang mabuk setelah meminum air rebusan pembalut mendapat perhatian serius dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Fenomena yang awalnya disebut terjadi di Jawa Tengah itu rupanya ada pula di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Bukan hanya BNN, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turun tangan. Namun, menurut komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan Napza, Sitti Hikmawatty, perkara ini bukan termasuk anyar.
Menurutnya, temuan air rebusan pembalut bermula dari perilaku para remaja tanggung itu mencari alternatif untuk 'nge-fly'. Dari eksperimen yang berdasarkan coba-coba, air rebusan pembalut berefek memabukkan itu ditemukan.
"Anak-anak ini banyak yang cerdas, karena dengan berbekal internet mereka bisa membuat beberapa varian baru, dari racikan coba-coba. Dan di sinilah tingkat risiko/bahaya menjadi meningkat karena mereka hanya concern pada satu zat tertentu dalam sebuah bahan, tapi zat lainnya cenderung diabaikan sehingga reaksi sampingan yang terjadi bisa berakibat fatal," ujar Sitti yang dilansir oleh detik.com.
Lalu apakah berbahaya?
Dokter Hari Nugroho dari Institute of Mental Health Addiction and Neurosience menyebut pembalut mengandung sejumlah bahan kimia. Dia menduga kandungan itulah yang mungkin membuat para remaja yang mencobanya merasakan 'high', tapi tidak menampik kemungkinan lain bila ada tambahan zat lain."Jadi memang di pembalut ada zat-zat kimia tertentu, dari chlorine sampai turunan alkohol. Tergantung merek tentu saja," ucap dr Hari.
"Setahu saya, belum pernah ada yang ngetes air rebusan pembalut dan diaper yang dipakai buat tujuan rekreasional tersebut. Ini yang barangkali perlu menjadi perhatian pihak-pihak terkait," imbuhnya.
Secara terpisah, psikolog Fakultas Unika Soegijapranata, Indra Dwi Purnomo, MPsi, mengaku pernah menangani remaja 14 tahun yang menenggak rebusan pembalut itu. Remaja itu mengaku seperti ringan dan berhalusinasi, namun halusinasi yang mereka alami justru mengerikan.
"Mereka menuturkan fly, kepala ringan, dan halusinasi tapi seram. Mereka sulit menuturkan kengeriannya. Mereka coba dua kali, kemudian berhenti," kata Indra.
Masih dari pengakuan para penenggak rebusan pembalut, mereka kadang mencampurnya dengan obat-obatan lain dengan asal-asalan. Bahkan pernah juga menggunakan pembalut bekas pakai.
"Jadi mereka merebus dan menunggunya sampai dingin, kemudian diminum,"ujarnya.
Untuk itulah, BNN akan menelusuri kasus ini. Namun, menurut Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari, kandungan air rebusan pembalut itu harus diteliti lebih jauh.
"Menurut mereka, pembalut wanita di dalamnya mengandung bahan-bahan psikoaktif, mungkin sebagai pengawet atau bahan yang lain. Tapi ini tentu masih diperlukan pendalaman dan pemeriksaan laboratorium," kata Arman.
Seperti diketahui, pembalut sebenarnya adalah barang yang legal beredar di masyarakat. Oleh sebab itu, BNN masih mengaji apakah ada aspek pelanggaran hukum di fenomena ini atau masuk kategori ketidaksengajaan.
"Kalau di situ ternyata ada pelanggaran hukum atau memang di situ ada ketidaksengajaan, nah itu berbeda cara penanganannya. Kalau di situ pelanggaran hukum yang memang betul sudah ada undang-undang yang mengatur, kita akan lakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan. Kalau itu ketidaksengajaan atau ketidaktahuan, barangkali nanti kita akan lebih pencegahan," papar Arman.